Ilustrasi Pembangkit listrik dari pemanfaatan Bendungan Wonorejo di Kediri Jawa Timur yang dikelola oleh PJT I. |
ENERGITRANSFORMASI – Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Darmawan Prasodjo mengatakan kebutuhan listrik di Sulawesi akan meningkat seiring dengan beroperasinya sejumlah kawasan industri di wilayah tersebut, yang mana diketahui Sulawesi memiliki 3 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yakni KEK Palu, KEK Likupang dan KEK Bitung.
Untuk itu, PLN menyatakan siap memasok listrik dengan energi hijau untuk kawasan industri di Sulawesi. Hal ini sesuai dengan upaya perseroan mengejar target net zero emission di 2060.
"Untuk mendorong pertumbuhan investasi yang berdampak pada masyarakat. PLN siap memenuhi kebutuhan listrik kawasan industri di Sulawesi," kata Darmawan keterangan tertulis Sabtu, 26 Februari 2022, dari laman Tempo.
Menurut dia, potensi energi baru terbarukan (EBT) di wilayah Sulawesi terbilang sangat melimpah, mulai dari sumber daya air, panas bumi, tenaga bayu, dan lainnya.
"Potensi PLTA di Sulsel saja berdasarkan data ESDM cukup besar, jika dimaksimalkan dapat menghasilkan daya sengat hingga 2.946,8 megawatt (MW)," tuturnya.
Dia melanjutkan, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, secara nasional porsi penambahan pembangkit EBT sebesar 51,6 persen. Angka ini lebih besar dibandingkan penambahan pembangkit fosil sebesar 48,4 persen.
Khusus untuk wilayah Sulawesi akan dikembangkan pembangkit sebesar 783,09 MW. "Tambahan pembangkit tersebut sebagian besar merupakan pembangkit EBT mencapai 397 MW atau 51 persen. Sementara sisanya pembangkit fosil sebesar 386 MW atau 49 persen," ujarnya.
Darmawan mengungkapkan, kebutuhan listrik di wilayah Sulawesi saat ini sebagian telah dipenuhi oleh pembangkit listrik berbasis EBT, seperti di Sistem Sulawesi Bagian Utara ditopang Solar PV Plant di Sumalata dengan kapasitas 2 MW, Solar PV Plant Isimu 10 MW, Solar PV Plant Likupang 15 MW, serta PLTP Lahendong sebesar 120 MW.
Untuk di Sidrap PLN mengandalkan PLTB dengan kapasitas 77 MW, sedangkan di selatan Sulawesi ada PLTB Jeneponto dengan kapasitas 66 MW. Wilayah Sulawesi Tenggara dan Selatan juga ditopang oleh pembangkit EBT, HPP Poso Peaker 515 MW, HPP Bakaru 126 MW, HPP Bili Bili 19,5 MW.
Pengoperasian pembangkit listrik berbasis EBT tersebut pun terus bertambah, dengan diresmikannya Pembangkit Listrik Tenaga Air atau (PLTA) Poso dan PLTA Malea. Dua PLTA tersebut meningkatkan kapasitas terpasang pembangkit EBT di sistem kelistrikan Sulawesi mencapai 1,05 Giga Watt (GW) atau mencapai 33 persen dari bauran energi Sulawesi.
Pembangkit EBT di Sulawesi didominasi oleh PLTA sebesar 778,16 MW. Selain itu, ada PLTS dengan total kapasitas terpasang 27,62 MW, PLTB dengan kapasitas terpasang 130 MW dan PLTP dengan kapasitas 114,80 MW.
Langkah ini juga sejalan dengan pembuktian pemerintah Indonesia sebagai tuan rumah pertemuan G20. Indonesia berperan aktif dalam mengurangi emisi karbon dunia melalui agresif dalam membangun pembangkit listrik berbasis energi bersih.
Dia mengatakan PLTA Poso dan PLTA Malea jadi bukti kontribusi aktif PLN dalam mencapai target bauran energi nasional dan target NDC dunia. Namun, dalam mengakselerasi pembangunan EBT, PLN tak bisa sendiri. Perlu adanya kolaborasi dan sinergi baik bersama BUMN maupun swasta dalam mendukung cita-cita NDC.
"PLN tidak bisa sendiri. Perlu dukungan semua pihak. Kami terbuka atas keterlibatan dalam sisi investasi ataupun pendanaan, khususnya para peserta G20," kata Darmawan.