Ilustrasi Bauran EBT di tanah air.
ENERGITRANSFORMASI,
JAKARTA – Sejak tahun 2011 Kementerian Keuangan berkolaborasi dengan
Kementerian ESDM c.q. Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi
Energi (EBTKE) berkomitmen untuk mencapai target bauran energi baru terbarukan
yang sudah ditetapkan sebesar 23% pada tahun 2025 mendatang, yang mana hal ini
dilakukan melalui kebijakan APBN.
Namun, target pencapaian yang digadang-gadang dapat dicapai,
keadaan saat ini terkait bauran energy justru mengkhawatirkan. Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkap energi fosil masih mendominasi
bauran energi nasional hingga 87,4%. Sedangkan pemanfaatan energi baru
terbarukan (EBT) baru 12,6%.
"Jadi memang angkanya ini tidak terlalu baik ya dari
sisi persentase, karena ini dibagi dengan total. Fosil ini naiknya cepat,
EBT-nya memang naiknya kecil, sehingga persentase ini sepertinya tidak
naik," ujar Plt Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM,
Dadan Kusdiana dalam Forum Transisi Energi disiarkan melalui saluran YouTube
Humas SKK Migas, dari detik.com, Kamis (22/12/2022).
Kendati demikian, Dadan mengatakan, kalau dihitung secara
mendetail sumbangsih EBT dalam bauran energi nasional terus meningkat walau
tidak terlalu signifikan. Salah satu contohnya dalam pembangkit listrik
bertenaga EBT.
"Kalau dihitung misalnya dari total pembangkitnya, kita
nambah terus. Setiap tahun itu rata-rata 500 megawatt masuk dari pembangkit
EBT. Memang ini kecil, tapi dari sisi pembangkit, karena pembangkit EBT
kecil-kecil, ini sudah cukup banyak masuk," kata Dadan.
Namun ia mengakui, untuk mengejar target penurunan emisi
karbon hingga 23% di 2025, terbilang cukup menantang. Dadan menyebut, angka
sumbangsih tahunannya harus mencapai 2.000 megawatt. Artinya, empat kali lipat
dari jumlah yang sekarang baru terpenuhi.
"Mungkin menurut saya kalau kita sama-sama bersepakat,
mungkin (tercapai). Kan kalau kita bangun PLTS, itu setahun kita bisa bangun
kalau barangnya ada. Ini kembali lagi nanti, rantai suplainya memang lagi agak
terganggu," katanya.
Atas hal inilah, hingga kini bauran energi masih didominasi
oleh energi fosil, seperti batu bara, gas, dan minyak bumi. Walaupun, lanjut
Dadan, sebetulnya gas digolongkannya masuk ke dalam transisi ke energi rendah
karbon karena emisi jauh lebih rendah dari batu bara.
Dadan mengatakan, saat ini pemerintah pun terus melakukan
berbagai upaya, salah satunya melalui kebijakan pensiun dini PLTU berbahan
bakar batu bara. Sementara dari sisi hilir, pemerintah juga terus berupaya
mendorong transisi dari kendaraan yang mengkonsumsi bahan bakar fosil (BBM) ke
kendaraan listrik (electric vehicle/EV).